B

B

Sabtu, 26 September 2015

UNDERESTIMATE



Aku dulu pernah sekolah di SMP Negeri 1 kota Salatiga. Waktu itu bulan Februari tahun 2012. Aku duduk di bangku kelas 9 tepatnya 9B. 9B itu bukan kelas unggulan, siswanya yang bersemayam di kelas tersebut cenderung nyante kalo nerima materi, and so did i. Ceritanya diadakan pelajaran jam ke 0 (nol), dimaksudkan biar siswa kelas 9 lebih siap secara materi dalam menghadapi ujian nasional tingkat SMP. Ada guruku yang namnya Bu Le panjangnya Bu Leeeeeeeeeeeeeeeeeee. Nggak dong. Namanya Bu Laila, ngajar bahasa inggris, makanya di panggi Bu Le, masak Bu Lail? Atau Bu Ila? Kalo Bu Laila kepanjangan. Bu Le. Simpel. Keren. Mudah diingat.

“DONT UNDERESTIMATE EACH OTHER”, tiap kali dia masuk waktu jatah pelajaran jam ke nol dia bilang kayak gitu. “apasih” “ngapain sih ini guru” “maksutnya apa” “nggak ada hubungannya sama materi” “pendidikan karakter bullshit” gumamku sama teman seperjuanganku namanya Io, iya I sama O. Io. Simpel. Keren. Mudah diingat. Aku emang suka menghujat kalo ada statement yang menurutku nggak penting. Kalo kalian juga, berarti kita jodoh dimasa lalu. Kalo sekarang aku ngerti apa maknanya. Maaf, kita nggak jodoh lagi.

Sering kok underestimate itu terjadi. Pelakunya sadar atau nggak sadar, sama aja, dia melakukannya. Aku. Contoh yang bisa digunakan. Underestimate itu udah jadi makanan ku sehari hari, aku melakukannya kalo nggak sadar (aku nggak mungkin sadar ngelakuin karena menilai jelek orang lain itu menurutku nggak begitu penting) dan jadi korban underestimate orang lain.

Di SMA ku yang di Magelang, contoh kasus, waktu itu ada seleksi organisasi yang menurutku nggak fair. Aku emang nggak sekeren teman temanku, aku agak pendiam dengan kondisi yang belum sepenuhnya aku tahu. Jadi aku nggak sok kenal sok dekat sama tim seleksi. Tim itu tim yang bergerak di bidang akademis. Aku nggak terpilih. Aku kecewa. Ini lebay. Tapi kok rasanya aku punya potensi, aku punya komptensi dan aku seorang yang punya passion di bidang itu. Aku nggak terpilih karena aku nggak keren. Fair? Underestimate banget sih. Dalam paradox ku, aku mau bilang, “astaga, kamu nggak tau siapa aku” dan ini agak baper. Bapeeerrrrr wkwk. Tapi pun kalo aku bilang kayak gitu tapi ga ada bukti, sama aja kan aku underestimate dia?. Maka aku cari nilai akademis setiap anggota tim seleksi organisasi terebut. Aku nggak mau sombong ya. Ini cuma bukti kalo kita (aku dan kamu, pembaca blog ini) berharga. BERHARGA (Kamu nggak boleh disepelekan orang lain). Akademisnya ? aku menang, samapta? Aku menang. Kepribadian? Aku menang. Oh boy. You gonna  die assh*le.

Tanggal 17 agustus kemaren, diadakan ospek universitas. Ada segerombolan anak sastra dan budaya. Disuruh baris. Mereka bergumam. Dan aku mencari celah buat membentuk barisan. Mereka? Mendorongku keluar. Perilaku ini menurutku tindakan underestimate loh. Aku agak tersinggung kalo ada orang yang nggak ramah.  Kuangkat tas polo yang tulisannya SMA ku, mereka langsung ngasih tempat dan langsung bilang “oh dari SMA ini ya? Eh nama aku...” SHUT YOUR MOUTH UP. Kunci mulut mu itu.

Pernah bereksperimen?  Siang ini aku melakukan social experiment. Ada orang dari fakultas X, aku ajak kenalan, aku bohong, ngakunya aku dari fakultas sastra dan budaya. Sebatas berkenalan aja, nggak ada lanjutanya dan nggak ditanyain apa apa, diacuhkan, dibuang, dicuekan (bahasa apa ini wkwk). Emang apa salahnya jadi anak sastra dan budaya? Mereka juga bisa kaya, juga berhak punya lingkungan sosial. Dilain waktu, aku memperkenalkan diri sebagai aku yang sekarang, semuanya tampak antusias bertanya bagaimana sekolahku di sekolah ini, di fakultas itu, berteman dengan si ganteng X dan si cantik Y. Ini semua tampak bullshit. Kenapa orang harus memandang rendah orang lain? Kayak dirinya itu berhak memandang rendah orang lain?, dia yang adikuasa?, dia yang digdaya?, dia yang paling cerdas?, dia yang punya kendali atas kehidupan orang  lain?. Itu semua malah tampak tolol kalo orang orang yang suka menjelekan orang bertemu mereka yang lebih di segala aspeknya.

Aku agak senang, dan puas, lihat tim seleksi yang dulu itu sekarang pontang panting nyari perguruan tinggi, bayar bermilyar milyar untuk diterima di universitas ini dan itu. Aku bukan balas dendam ya. Ini sebatas perasaan emosional. Ini seperti menanam biji yang busuk dan tumbuhlah tanaman yang busuk, dan ia yang menuainya, mendapatkan kebusukan pula. Kamu yang suka memandang rendah orang lain akan direndahkan bangsat.

Bu Laila, anda adalah salah satu sokong kehidupan saya. Saya tidak pernah menyesal menerima didikan anda dalam kehidupan saya. Terlebih, saya belajar bagaimana memperlakukan orang lain. Saya sepenuhnya akan berusaha untuk tidak menjelekkan orang lain.

Buat pembaca bloger, kalian berharga, kalian nggak pantas menerima penilaian buruk kalo memang kalian tidak seperti demikian. Buktikan kalo kalian lebih daripada mereka yang menjelekkan anda. Karena setiap individu itu.... ya berharga, aku habis kata kata wkwk aku lagi ngantuk sejujurnya. Bobok? Yuk bareng. Dalam tidur siangmu ini, eh tidur siang kita, aku harap dalam benakmu terbayang kata kata “DONT UNDERESTIMATE EACH OTHER”nya Bu Le.












Today quote? 

“Kamu yang suka memandang rendah orang lain akan direndahkan bangsat”

Pardon my language.



Kamis, 17 September 2015

designer

Affection, the gifted architect
Is making a draft and beautiful design
The options and possibilities
Are endless when we connect and realign
Collections of books and documents
Arise and parade around my cluttered desk
Reworking the math and measurements
Until I'm convinced these plans are picturesque
Like mountains in the Midwest
Reaction creates the columns dark
And wide like the roads around Fort Lauderdale
The structures begin to take their shape
Before I've designed the public monorail
The turnpike and high speed motorway
Connect and enclose the quaint suburban streets
The airport, the broad suspension bridge
The lake and the beach where several rivers meet
Compounded from the spreadsheet

A city sparkles in the night, how can it glow so bright?
The neighborhoods surround the soft florescent light
Designer skyline in my head, abstract and still well read
You went from numbered lines to buildings overhead