B

B

Selasa, 17 Januari 2017

Emang Sengaja



 Untuk alasan kesenangan ­­–dan bukan kesehatan, gue tadi jogging di Renon. Kenapa bisa senang? Ini coeg yang menarik. Setelah lari sekitar 3 putaran lapangan Renon, kira kira 3200 meteran, peluh didahi dan keringet di sekitaran ketiak gua udah mulai ngocor, dan gue memutuskan untuk berhenti lantaran gue udah nggak olahraga sejak satu bulan lalu, pula belakangan disinyalir gue ketagihan sama lemak babi nya babi guling singaraja di jalan waturenggong, jadi kalo diterusin rasanya jantung gua copot kayak mau meninggal dan siap kembali ke pangkuan Yesus.  Jadi gua duduk diam di depan lapangan sepak bola dan di belakang gue ada monumen Renon buat nyandar.

Seorang anak kecil dengan sepeda kecilnya yang punya roda empat melintas dihadapan mata gue, bapaknya nyusul sambil jogging. Gue nggak melihat ibu dari anak dengan sepeda roda empat ini. dimana ibunya? Jangan tanyakan gue, karena gue sendiri masih mempertanyakan keraguan gue kalau kalau anak ini adalah anak yang sengaja dipungut sama bapak ini. atau bapak ini dan anak bersepeda roda empat ini nggak ada hubungan darah. Atau yang lebih parah bapak ini seorang homo? Tapi gue gak melihat homoannya.

Anak bersepeda roda empat mengendarai sepedanya dengan ceria. Dia sekilas kayak anak autis yang lagi membayangkan bahwa sepedanya adalah pesawat tempur, alih- alih sebagai sepeda motor, dia sambil mengendarai sepedanya mencuap “ciuuuuuu, dor dor dorrr, tembak tembak tembak, hahahaha, kau mati kau mati mau mati”

Meninggal gua.

Dia kini sedang menggenjot sepedanya di trek jogging yang terbuat dari aspal dan berakhir di tanjakan untuk menuju ke lapangan sepak bola yang ada rumputnya. Ia berusaha menaikinya. Ia tidak berhasil. Tenaganya kurang kayaknya. Apa yang terjadi sama bapaknya? Bapaknya mula mula mendiamkan saja bocah yang gue pikir agak autis ini. gue positif yakin bapak ini cukup kejam sama anaknya, soalnya apa? Dia cuman liatin doang men!. bapaknya mulai ngasih cara yakni dengan mundur dulu, barulah naik ke tanjakan dengan kecepatan penuh. Sesuai dugaan, namanya bocah nggak ngerti apa apa.  tapi akhirnya si bapak pelan pelan mendorong punggung anaknya supaya dia cukup tenaga untuk majuin pedal sepedanya buat naik ke tanjakan itu.

Nggak cukup sampe disitu, anak ini akhirnya menjebloskan dia sendiri ke lapangan yang ada rumputnya. Gue kasih tau kondisinya, bahwa sore ini kondisi lapangan Renon ini basah, alhasil emang di lapangan yang ada rumputnya itu becek maksimal, dan yang bisa melewati medan itu mungkin cuman moto trek atau pajero dakar, oke itu lebay, dan itu kan lapangan sepak bola, kenapa sih si adek autis ini menjebloskan diri ke medan yang bukan didesign buat sepda roda empatnya?. Gue asumsikan emang adek ini punya pikiran yang nggak genap dan nyaris psikopat. Akibat nafsu memuaskan keinginan keautisannya, 2 roda bantuan pada  sepedanya mengganjal pada suatu batu, 1 roda depan stuck pada lumpur, sedang  1 roda belakang ngambang di genangan air. Tau kan posisi kayak gini kalo sepedanya digenjot sama si psikopat ini apa yang terjadi?. Iya coeg! Ban belakannya yang ngambang digenangan sama air itu muter kayak turbin dan air pada genangan itu muncrat kemana mana! Ya singkat semua orang yang ada disitu kena lumpur lumpur, termasuk gua yang dari tadi liatin si psikopat, walau gua emang udah tau ni anak pasti bakal mencelakakan orang, makanya gua segera beranjak tepat sebelum ia nggenjot pedalnya, jadi kecipratannya ya sedikit.

Gua masih mengamati apa yang terjadi, setelah gua shock dan nggak abis pikir sama si autis ini. awalnya dia bingung kenapa sepedanya nggak maju maju. Lama kelamaan, seperti yang gua duga. Dia ketawa coeg! “huahahahaa, ayah ayah liat nih, hahahahak, ciu ciu ciu, mati mati!” psiko!. 15 menitan gua disitu sambil asyik liatin turbin barunya si psiko, kata dosen gua “gangguan mental itu bisa nular” gua mulai percaya. Akhirnya anak psikopat itu bener bener pengen keluar dari kubangan itu, dan kini ia memohon supaya bapak nya bantuin dia. Udah malu maluin bapaknya, nyipratin bapaknya pake lumpur lapangan Renon, kini ia mohon mohon bantuan lagi!. Seperti kejadian sebelumnya, bapaknya mula mula pura pura nggak tau dan gue tau dia kayak gitu supaya ni anak edan menemukan caranya sendiri. Si edan ini mulai menurunkan sepatunya, tapi dia tarik kembali, dia enggan liat sepatu putihnya kena lumpur sementara dia manggil manggil ayahnya buat nolongin? Licik! Eh nggak, picik!.

Pemecahan masalah atas perbuatan si edan ini cukup makan waktu, adegan dramatis berlangsung ketika si edan mencopot sepatu putihnya diatas sepeda,  melempar ke ayahnya (yang menurut gua ini sangat brutal) gua kira dia marah sama ayahnya karena nggak juga dibantuin, taunya “yah pegang”, trus dia turun dari sepedanya dan akhirnya mendorong dengan susah payah sepedanya yang stuck dalam kubangan lumpur itu.

Refleksi si edan Ini semacam tercermin dalam hidup gua, gua pikir. Gue melewati pelbagai masalah dalam kehidupan ini, ada banyak tanjakan yang gua akan lalui. Dengan tubuh kecil ini, mungkin gue kesulitan dan nggak bisa nggenjot kehidupan untuk melalui tanjakan permasalahan, tapi gue yakin Yesus selalu dideket gue. Dan gue tau betul sifat Bapa gue yang satu ini. ketika ada permasalahan emang Dia sengaja nggak langsung bantuin, untuk apa? Supaya kita mau belajar dan nggak manja kalo ada masalah lain. Kita mungkin sulit memahami cara kerja mengatasi permasalahan karena kita masih kecil dan perlu banyak belajar dan berusaha, tapi ketika kita mulai berusaha sampai pada batasnya, Ia pasti mau mendorong punggung kita pelan pelan, dan akhirnya genjotan kaki kecil kita lama lama mampu mendorong kita buat melampaui permasalahan yang ada, karena Dia tahu KITA MANUSIA BERHATI BAJA YANG NGGAK AKAN MENYERAH J

KEEP TRYIN KEEP GOIN MOVIN FORWARD. NEVER QUIT.