Adalah Tejo
seorang pemuda yang sudah memasuki usia akhil baligh, kecermelangan masa depannya
sudah terlihat bahkan meski belum terjadi sekalipun. Watak arjuna merupakan
cerminan sinar dari kepribadiannya yang agak pendiam, sopan santun, lemah
lembut, teliti, berani, cerdik dan mampu melindungi yang lemah. Tejo kecil telah
di tempa untuk memiliki karakter yang sedemikian rupa meluluhkan hati wanita
walau ia tidak memiliki maksud demikian. Hingga ia terjun menahkodai bahtera
dan mengarungi lautan cinta untuk menemukan tambatan hatinya. Namun dari sekian
banyak dermaga, tentu bukanlah seorang Mina yang menjadi tempatnya belabuh,
karena kini dermaga itu telah bersanding dengan perahu lain.
Mina adalah
dermaga yang tepat seandainya bukan waktu yang salah. Dan Ini adalah momen yang
tepat untuk melanjutkan perjalanan jauh untuk sekedar menemukan sebuah pulau
dengan segala harta yang terkubur didalamnya atau bisa juga sebagai sarana yang
tepat untuk melupakan dermaga biadab yang sudah berjangkarkan sebuah perahu itu.
Maka malam itu Tejo menangkap wangsit yang menggerakkan mesin perahunya menuju
sebuah rute istimewa. Ia tidak sendirian tentunya, ia membawa pula dua ekor
ajak betina yang ia selamatkan dari jebakan manusia, sebagaimana ajak- ajak itu
juga menyelamatkan Tejo dari babi hutan buruannya.
Orang orang
tentu sudah tidak meragukan banyak wanita telah luluh dihadapan Tejo, merekapun
tidak menyangsikan kali ini yang luluh adalah wanita dengan spesies anjing, dan
tidak hanya satu, melainkan dua anjing betina yang selalu mengikutinya kemanapun
ia pergi dan menjadi sahabatnya ketika ia memburu babi hutan. Dua anjing itu
adalah sejenis ajak (anjing liar) yang kebetulan masuk kedalam jebakan hama yang
dibuat oleh masyarakat kampung, jebakan itu tentu saja dimaksudkan untuk
menangkap babi hutan yang selalu mencari masalah dengan merusak pertanian dan
menjadi hama bagi jenis tanaman umbi umbian di lahan warga setempat. Dan kedua
anjing itu berbalas budi untuk selamanya atas belas kasihan Tejo atau yang
sesungguhnya terjadi adalah anjing anjing itu birahi pula terhadap Tejo dan
berharap menjadi manusia untuk sekedar berpadu mesra dengannya.
Tejo merawat
dengan baik dua anjing kesayangannya dan mengajak mereka turut serta dalam
petualangan yang panjang. Ia sangat bersyukur atas kedua anjing itu, dan dimana
rembulan menampakkan diri, lolongan dan gonggongan bersahutan yang terdengar
dari anjing anjing itu dengan segera membungkam kesepian dan membuat malam yang
sunyi menjadi semacam pesta kecil yang semarak. Kecuali sebuah kejadian janggal
yang terjadi pada suatu malam tanpa cahaya. Malam itu adalah tepat dimana
terjadi fase bulan baru, tetapi anjing anjing Tejo melantunkan lolongan dan
gonggonggan sebagaimana mereka melakukannya saat purnama. Dan kali ini lebih
dominan gonggongan yang berarti anjing anjing Tejo menunjukan sebuah sikap yang
waspada terhadap sesuatu. Semakin pekat suasana malam, semakin keras
gonggongannya dan walaupun Tejo telah menenangkan kedua anjing kesayangannya
itu, mereka tetap membentuk formasi waspada membelakangi Tejo.
Ketika saat
itu, malam dimana terjadi fase bulan baru itulah kedua anjing Tejo menunjukan
tabiat anehnya, dan hal itu tentu tidak terjadi satu atau dua kali, namun
berkali kali. Seperti seorang perempuan yang cemburu ketika kekasihnya didekati
oleh perempuan lain, Tejo selalu dalam proteksi kedua anjingnya itu pada malam
bulan baru. Namun ketika dalam perlindungan kedua anjingnya, sejujurnya Tejo sering
merasakan seperti ada yang mengawasinya. Kedua anjing Tejo terdiam mengamati bayangan
yang tiba tiba menghampiri Tejo dengan gemulai seorang gadis. Bayangan itu untuk
pertamakalinya menampakkan diri dihadapan tiga makhluk hidup dengan dua jenis
yang berbeda.
“Percuma
anjing kecil, seandainya kalian sanggup mengawini Tejo, maka akupun sudah
melakukan itu sejak Tejo masih jabang bayi”
Sejenak Tejo
tersentak dengan hantu yang berbicara demikian dihadapannya. Ia sama sekali
tidak memercayai kedua matanya. Ia melihat bayangan itu menjelma menjadi
seorang juwita berparas ayu mengenakan kebaya berkelir putih dan berselendang merah
darah terikat pada pinggangnya, seolah menunjukan makhluk itu adalah malaikat
yang terlilit dengan sesuatu yang bersifat duniawi, sesuatu yang merah, sesuatu
yang membara, sesuatu yang bersifat cinta. Dan cinta itu ada di dalam dunia
manusia yang tidak mampu diperolehnya dari dunia tak kasat mata.
“Oh iya,
perkenalkan, aku Sarmila, penghuni dunia yang tidak jauh, aku jatuh cinta pada
seorang manusia yang kalian jaga”
Saat itu, tidak
dapat dipungkiri dua makhluk yang berbeda dunia itu kini menganggumi satu sama
lain. Jatuh cinta pada pandangan pertama itu ternyata terbukti benar
keberadaanya, setidaknya telah dibuktikan oleh seorang Tejo pada hantu yang
semestinya tidak patut untuk dicintai, namun demi apapun juga Tejo merasakan
perasaan yang amat mendalam pada makhluk dengan kemungkinan hubungan terlarang
itu. Terlebih dari semua itu, sepertinya inilah takdir Tejo. Jatuh cinta pada
seseorang yang tidak mungkin dicintai. Kecuali ia memilih untuk mati.