B

B

Senin, 03 Agustus 2020

Cerita Tentang Perahu

Free photo: Boat in night - Bar, Bay, Boat - Free Download - Jooinn
    

    Adalah Tejo seorang pemuda yang sudah memasuki usia akhil baligh, kecermelangan masa depannya sudah terlihat bahkan meski belum terjadi sekalipun. Watak arjuna merupakan cerminan sinar dari kepribadiannya yang agak pendiam, sopan santun, lemah lembut, teliti, berani, cerdik dan mampu melindungi yang lemah. Tejo kecil telah di tempa untuk memiliki karakter yang sedemikian rupa meluluhkan hati wanita walau ia tidak memiliki maksud demikian. Hingga ia terjun menahkodai bahtera dan mengarungi lautan cinta untuk menemukan tambatan hatinya. Namun dari sekian banyak dermaga, tentu bukanlah seorang Mina yang menjadi tempatnya belabuh, karena kini dermaga itu telah bersanding dengan perahu lain.

    Mina adalah dermaga yang tepat seandainya bukan waktu yang salah. Dan Ini adalah momen yang tepat untuk melanjutkan perjalanan jauh untuk sekedar menemukan sebuah pulau dengan segala harta yang terkubur didalamnya atau bisa juga sebagai sarana yang tepat untuk melupakan dermaga biadab yang sudah berjangkarkan sebuah perahu itu. Maka malam itu Tejo menangkap wangsit yang menggerakkan mesin perahunya menuju sebuah rute istimewa. Ia tidak sendirian tentunya, ia membawa pula dua ekor ajak betina yang ia selamatkan dari jebakan manusia, sebagaimana ajak- ajak itu juga menyelamatkan Tejo dari babi hutan buruannya.

    Orang orang tentu sudah tidak meragukan banyak wanita telah luluh dihadapan Tejo, merekapun tidak menyangsikan kali ini yang luluh adalah wanita dengan spesies anjing, dan tidak hanya satu, melainkan dua anjing betina yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi dan menjadi sahabatnya ketika ia memburu babi hutan. Dua anjing itu adalah sejenis ajak (anjing liar) yang kebetulan masuk kedalam jebakan hama yang dibuat oleh masyarakat kampung, jebakan itu tentu saja dimaksudkan untuk menangkap babi hutan yang selalu mencari masalah dengan merusak pertanian dan menjadi hama bagi jenis tanaman umbi umbian di lahan warga setempat. Dan kedua anjing itu berbalas budi untuk selamanya atas belas kasihan Tejo atau yang sesungguhnya terjadi adalah anjing anjing itu birahi pula terhadap Tejo dan berharap menjadi manusia untuk sekedar berpadu mesra dengannya.

    Tejo merawat dengan baik dua anjing kesayangannya dan mengajak mereka turut serta dalam petualangan yang panjang. Ia sangat bersyukur atas kedua anjing itu, dan dimana rembulan menampakkan diri, lolongan dan gonggongan bersahutan yang terdengar dari anjing anjing itu dengan segera membungkam kesepian dan membuat malam yang sunyi menjadi semacam pesta kecil yang semarak. Kecuali sebuah kejadian janggal yang terjadi pada suatu malam tanpa cahaya. Malam itu adalah tepat dimana terjadi fase bulan baru, tetapi anjing anjing Tejo melantunkan lolongan dan gonggonggan sebagaimana mereka melakukannya saat purnama. Dan kali ini lebih dominan gonggongan yang berarti anjing anjing Tejo menunjukan sebuah sikap yang waspada terhadap sesuatu. Semakin pekat suasana malam, semakin keras gonggongannya dan walaupun Tejo telah menenangkan kedua anjing kesayangannya itu, mereka tetap membentuk formasi waspada membelakangi Tejo.

    Ketika saat itu, malam dimana terjadi fase bulan baru itulah kedua anjing Tejo menunjukan tabiat anehnya, dan hal itu tentu tidak terjadi satu atau dua kali, namun berkali kali. Seperti seorang perempuan yang cemburu ketika kekasihnya didekati oleh perempuan lain, Tejo selalu dalam proteksi kedua anjingnya itu pada malam bulan baru. Namun ketika dalam perlindungan kedua anjingnya, sejujurnya Tejo sering merasakan seperti ada yang mengawasinya. Kedua anjing Tejo terdiam mengamati bayangan yang tiba tiba menghampiri Tejo dengan gemulai seorang gadis. Bayangan itu untuk pertamakalinya menampakkan diri dihadapan tiga makhluk hidup dengan dua jenis yang berbeda.

“Percuma anjing kecil, seandainya kalian sanggup mengawini Tejo, maka akupun sudah melakukan itu sejak Tejo masih jabang bayi”

    Sejenak Tejo tersentak dengan hantu yang berbicara demikian dihadapannya. Ia sama sekali tidak memercayai kedua matanya. Ia melihat bayangan itu menjelma menjadi seorang juwita berparas ayu mengenakan kebaya berkelir putih dan berselendang merah darah terikat pada pinggangnya, seolah menunjukan makhluk itu adalah malaikat yang terlilit dengan sesuatu yang bersifat duniawi, sesuatu yang merah, sesuatu yang membara, sesuatu yang bersifat cinta. Dan cinta itu ada di dalam dunia manusia yang tidak mampu diperolehnya dari dunia tak kasat mata.

“Oh iya, perkenalkan, aku Sarmila, penghuni dunia yang tidak jauh, aku jatuh cinta pada seorang manusia yang kalian jaga”

    Saat itu, tidak dapat dipungkiri dua makhluk yang berbeda dunia itu kini menganggumi satu sama lain. Jatuh cinta pada pandangan pertama itu ternyata terbukti benar keberadaanya, setidaknya telah dibuktikan oleh seorang Tejo pada hantu yang semestinya tidak patut untuk dicintai, namun demi apapun juga Tejo merasakan perasaan yang amat mendalam pada makhluk dengan kemungkinan hubungan terlarang itu. Terlebih dari semua itu, sepertinya inilah takdir Tejo. Jatuh cinta pada seseorang yang tidak mungkin dicintai. Kecuali ia memilih untuk mati.





Jeovan Setyawan, 2020