B

B

Minggu, 12 Juli 2020

Sebuah Kisah


8 Info Burung Jalak Bali mulai Habitat, Kelamin, Makanan, dan ...

Hari itu aku menemukan seekor burung. Ia datang menghampiriku, terlihat lemas dan sayapnya patah. Ia tidak mampu untuk terbang bahkan berjalan dengan kedua kaki mungilnya. Bulu yang putih berselimutkan debu jalan membuatnya terlihat sangat kusam dan lusuh nyaris tak terawat. Sesekali lekukan tulangnya nampak dibalik dagingnya yang kurus, memperlihatkan betapa rapuhnya ia sekarang. Aku tak tahu makhluk apa yang barusan menyerangnya. Yang jelas ada bekas luka tajam yang kini menyebabkannya tak bisa menggunakan sayapnya untuk terbang.

Aku dekati burung itu dan ia tampak begitu pasrah. Ia hanya menunggu ajalnya tiba, atau jika beruntung aku akan membawanya kerumah. Paling tidak memberikan ia perlindungan dari predator lain yang ingin memangsanya. Tapi apa untungnya bagiku? Toh burung ini tidak melakukan kebaikan pun kejahatan yang berdampak bagi hidupku. Tapi atas dasar perasaan kasihan, kujamah burung itu dan membawanya pulang kerumah. Kubersihkan luka yang ada di tubuhnya dan kuperban luka itu. Kini ia lahap memakan nasi yang sengaja kusisakan untuknya setelah makan malamku. Aku nyaris tak percaya aku berbagi makanan dengan binatang, bahkan untuk memberi sedekah untuk bekal mengumpulkan pahala aku tak mampu, dan bukan karena aku tak mau. Belas kasihan telah mengalahkan segalanya.

Satu bulan dan aku telah membagi setengah porsi makanku untuknya. Tak heran kini malah gantian tulangku yang menyembul dari balik dagingku. Burung itu kini semakin sehat. Dagingnya mulai kurasakan menebal. Ia bahkan sudah mulai mondar mandir di rumah ku yang hanya sepetak. Walau belum bisa terbang, aku senang ia mulai bertingkah dengan menjatuhkan benda benda diatas meja dengan sayapnya yang ia latih sendiri. Setidaknya ada suara dalam rumahku yang terbiasa mendengar kesunyian. Suasana rumah kini semakin semarak dengan kehadiran burung itu. Kesepianku terusik dengan suara suara yang keluar dari paruhnya. Ia mulai berani berkomunikasi denganku walau kami tidak menggunakan Bahasa yang sama.

Sejak ia mulai bisa mengeluarkan suara, ia selalu membangunkanku pagi pagi sekali. Tentu aku merasa terganggu karena bangun sepagi itu bukanlah kebiasaanku. Namun hari demi hari aku mulai terbiasa bangun pagi dan terbiasa mendengarkan burung itu berkokok di pagi hari. Sebuah anomali yang tak bisa kujelaskan mengapa burung itu dapat menjelma menjadi ayam dan alarm. Dipagi hari aku mulai mengatur segalanya untuk hari itu karena untuk kembali tidur dan bermalas malasan rasanya mustahil. Burung itu telah menghilangkan kemalasanku. Ketika sang malas menghilang, semua menjadi teratur, pekerjaan selesai tepat waktu, upah cepat datang, dan porsi makanku menjadi lebih banyak.

Suatu hari ditengah pasar yang sibuk. Aku berbelanja di temani burung yang setia menemaniku. Ia kubawa tanpa kandang dan hanya kutenggerkan di bahuku. Sejauh ini ia tidak terlihat bisa terbang. Namun sebenarnya aku takut ketika ia sudah bisa menggunakan sayapnya, ia akan pergi meninggalkanku. tapi itu tidak ia lakukan walau aku tahu sayapnya kini sudah sembuh dan bisa dikepakkan. Sesekali ia mengepakkan sayapnya itu untuk menyeimbangkan tubuh, dan itu membuat takjub semua orang dipasar. Seseorang memberitahuku bahwa burung ini adalah burung langka, jumlahnya hanya sedikit dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Mereka heran bagaimana seseorang seperti aku bisa mendapatkan  burung langka ini dan bahkan ada yang menawar dengan harga yang setidaknya mampu membeli sepuluh kali harga sepetak tanahku. Aku terkejut, namun demi apapun burung yang sudah memecah kesunyian hidupku ini tidak akan kujual untuk berapapun harga yang ditawarkan.

Suatu ketika saat aku pulang bekerja, aku sengaja tidak membuat suara untuk mengetahui apa yang diperbuat burung itu selagi aku tidak ada dirumah. Ia tampak terkejut melihatku mendapati  dirinya terbang. Tentu aku senang. Tidak sia sia perawatan yang kuberikan. Namun perasaan itu muncul lagi, sebagaimana kesunyian itu mulai menyelinap. Dan benar saja, ia pergi meninggalkanku begitu saja. Bulunya sedikit berhamburan ketika meninggalkan rumahku. Kesendirian yang menghantui kini kembali menampakkan dirinya  di relung hatiku. Kicauan burung itu kurindukan sepanjang hayat. Disaat yang sama aku selalu berpikir bagaimana bila ada seseorang dari pasar yang memburunya, dan dijual untuk harga yang tinggi untuk kepentingan pribadinya. Namun aku tidak menyesali berapa banyak duit yang harusnya kudapatkan untuk menjual burung itu, karena ia telah membayar hutang budi dengan mengisi hidupku yang menyedihkan ini.

Semoga burung itu baik baik saja sekarang. Dan apabila ia telah menemukan tuan yang baru, demi apapun juga, akan ku bunuh apabila berani menyakiti burung itu.

Dan kini sepi dan perih kutanggung karena yang datang pergi menghilang. Tetapi aku belajar satu hal, ia datang sebagai tamu seharusnya kuberikan kopi dan bukan cinta.


Jeovan Setyawan, 2020

1 komentar: